Wednesday, February 11, 2009

Ma’iyatullah



Bismillahirrahmanirrahim dengan penuh kesedaran iman kita harus memulai setiap aktiviti dalam hidup ini dengan asma Allah SWT, kita menjalani keseharian dengan syariah Allah SWT dan mengarahkan keseluruhan hidup ini kepada husnul khatimah dan mardhatillah.

Bila suatu saat kita lupa terhadap Allah SWT, menjalankan suatu kegiatan atau program dengan nama selain Allah SWT, tidak memastikan bahwa apa yang kita kerjakan telah sesuai dengan syariat-Nya, tidak menajamkan perspektif bahwa kerja kita insya Allah diredhai-Nya. Jadi tunggullah balasanNya.Nisyanullah, yakni lupa terhadap Allah mengakibatkan lupa diri. Lupa bahwa dirinya adalah seorang mukmin, seorang pendakwah, bahkan seorang murabbi, dan lupakah bahwa kita mempunyai tanggungjawab.

Allah SWT mengingatkan agar manusia jangan pernah sesaat pun lepas dari-Nya dan lupa terhadapNya.

“Dan janganlah kamu sekalian seperti orang-orang yang lupa terhadap Allah sehingga karenanya mereka lupa terhadap diri mereka sendiri, mereka itulah orang-orang yang fasiq.” (Q.S 59/Al-Hasyr: 19).

Di saat manusia lupa diri akibat lupa terhadap Allah tapi Allah tetap mengawal dan melihat di manapun dan setiap masa.

“Dan Dia tetap bersamamu (mengawasimu) dimanapun kamu berada dan Allah Maha menatap apa yang kamu kerjakan” (Q.S 57/Al Hadid: 4)

Ikhwah dan akhwat fillah,

Jika kita selalu bersama Allah menghadirkan-Nya saat kita berfikir, berkerja, dan berkarya, bahkan waktu kita marah sekalipun. Maka Allah sentiasa menyertai kita dengan bimbingan-Nya, lindungan-Nya, pertolongan-Nya, rahmat-Nya, dan ampunan-Nya saat kita salah.

Ma’iyatullah telah diberikan kepada Rasul-Nya SAW dalam situasi yang sulit. Tetapi bukan secara percuma tanpa ‘amal jihadi’. Siti Khadijah r.a sebagai saksi atas kepatutan ma’iyatullah untuk Rasul-Nya. Sebagaimana penuturannya,

“Demi Allah, Dia tidak akan pernah menyia-nyiakan engkau. Sebab engkau gemar bersilaturahim, suka menolong orang lemah, membela orang yang dizhalimi, menyantuni orang tak punya, serta tampil membela kebenaran”.

Sebuah Hadits Qudsi riwayat Syaikhani menyebutkan bahwa Allah berfirman,

“Tidak ada amal hamba-Ku yang lebih Aku sukai kecuali menjalankan apa-apa yang telah aku perintahkan. Dan ketika hamba-Ku tidak henti-hentinya mendekat kepada-Ku dengan amalan sunnat sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku sudah mencintainya maka Aku yang menjadi (menjaga) telinganya yang dengan telinga itu ia mendengar, Aku menjadi matanya yang dengan mata itu ia melihat, Aku menjadi tangannya yang dengannya ia memukul dan Aku menjadi kakinya yang dengannya ia melangkah. Jika hamba-Ku mendekat kepada-Ku sejengkal niscaya Aku mendekat kepadanya sehasta, jika ia mendekat lagi kepada-Ku sehasta niscaya Aku mendekat kepadanya sedepa dan jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan maka Aku akan datang kepadanya sambil berlari”.

Tidak ada imaginasi yang paling baik dan indah daripada memikirkan ciptaan Allah SWT dan ayat-ayatnya. Tidak ada kata yang lebih indah dari menyebut asma Allah SWT, laa ilaaha illallah, subhanallah atau astaghfirullah. Tidak ada nama yang lebih baik dari Abdullah. Tidak ada sumber kekuatan dan energi yang lebih dahsyat daripada laa haula wala quwwata illa billah.

Ikhwah dan akhwat fillah,

Kesertaan (ma’iyyah) Allah SWT menuntut kita terlebih dulu meletakkan diri secara tepat. Bukan semata-mata sebagai makhluk Allah SWT, tetapi sebagai hamba bahkan jundullah yang bersedia untuk melaksanakan setiap perintah-Nya dalam kerangka mewujudkan Islam kaaffah dalam kehidupan pribadi, keluarga, kemasyarakatan, kebangsaan dan antarabangsa. Jika bukan sebagai jundullah, mungkin kita menjadi tentera yang sesat (syaitan).

Kita harus meletakkan diri sebagai tentera Allah SWT di setiap sudut bumi Allah ini. Insya Allah Dia akan menyerahkannya kepada hamba-hamba-Nya yang shalih sebagai bagian dari hasil perjuangan, melalui istikhlaf dan tamkin sebagai mekanisme legal dalam agama Allah.

Kita harus memastikan bahwa kumpulan kita adalah hizbullah. Sebab, hanya kumpulan inilah yang akan diberikan kemenangan sejati oleh-Nya. Al-Imam As-Syahid pernah mengajukan suatu pertanyaan besar, “Apa modal kita untuk meraih kemenangan agama ini? Jawapannya adalah modal dan bekal yang sama yang pernah dimiliki assalafus shalih di bawah pimpinan Muhammad SAW, Yaitu lima segi keimanan yang meliputi:

Pertama, kemenangan itu akan diraih sebagai hadiah dari Allah SWT dengan all out membela agama-Nya.

Kedua, kemenangan itu dapat diraih melalui keampuhan manhaj Islam yang kita anut.

Ketiga, kemenangan itu dapat diraih dengan kekuatan ukhuwwah yang kita kuduskan.

Keempat, kemenangan itu merupakan buah keyakinan kita akan besarnya imbalan serta pahala perjuangan di jalan Allah.

Kelima, keimanan bahwa kita telah memilih jama’ah yang tepat sesuai kudratnya untuk menyelamatkan dunia.

Kita kukuhkan keimanan tentang kelima prinsip tersebut dengan kesabaran dalam berjama’ah yang berusaha merealisasikan minhajun nubuwwah, jalan yang ditempuh Rasulullah SAW dan sahabat beliau dalam kemantapan ukhuwah demi membela dinnullah. Kita pun harus berbuat yang ihsan dalam kerangka ‘amal jama’I, dan akhirnya bertawakkal kepada Allah SWT dan menyerahkan kepadaNya untuk menentukan saat dan bentuk hasil perjuangan yang akan dicapai/diberikan. Sebab, Allah SWT beserta orang-orang yang sabar. Dia bersama orang orang yang berbuat ihsan. Dan mencintai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamd.

*Semoga kita bersama-sama bermuhasabah dan berdoa agar kita terus berdiri teguh di jalan Allah.Bantulah kami…YA ALLAH…

No comments: