Thursday, March 5, 2009

Sistem Politik Islam

LEMBAGA DALAM SISTEM POLITIK ISLAM
AHL AL-HALL WA AL-‘AQD


Ahl al-hall wa al-aqd ( ahlul halli wal ‘aqdi) diartikan dengan “orang –orang yang bertindak sebagai wakil umat untuk menyuarakan hati nurani mereka.Tugasnya antara lain memilih khalifah, imam, kepala negara secara langsung. Karena itu ahl al-hall wa al-aqdi ) juga disebut oleh al-Mawardi sebagai ahl al-ikhtiyar ( golongan yang berhak memilih) Peranan golongan ini sangat penting untuk memilih salah seorang di antara ahl al-imamat (golongan yang berhak dipilih) untuk menjadi khalifah.


Paradigma pemikiran ulama fikih merumuskan istilah ahl al-hall wa al-‘aqd didasarkan pada sistem pemilihan 4 khalifah pertama yang dilaksanakan oleh para tokoh sahabat yang mewakili 2 golongan, Ansar dan Muhajirin. Mereka ini oleh ulama fiqih diklaim sebagai wakil umat. Walaupun sesungguhnya pemilihan itu, khususnya pemilihan Abu Bakar dan Ali bersifat spontan atas dasar tanggungjawab umum terhadap kelangsungan eutuhan umat dan agama. Namun kemudian kedua tokoh itu mendapat pengakuan dari umat.
Dalam hubungan ini tepat definisi yang dikemukakan oleh Dr.Abdul Karim Zaidan. “ Ahlul Halli Wal ‘Aqdi ialah orang-orang yang berkecimpung langsung dengan rakyat yang telah memberikan kepercayaan kepada mereka. Mereka menyetujui pendapat wakil-wakil itu karena ikhlas , konsekuen, takwa, adil, dan kecemerlangan pikiran serta kegigihan mereka di dalam memperjuangkan kepentingan rakyatnya.”


Ahl al-hall wa al-‘aqd merupakan suatu lembaga pemilih. Orang-orangnya berkedudukan sebagai wakil-wakil rakyat , dan salah satu tugasnya memilih khalifah atau kepala negara. Ini menunjukkan bahwa sistem pemilihan khalifah dalam perspektif pemikiran ulama fiqih, dan kecenderungan umat Islam generasi pertama dalam sejarah.

Ahl al-hall wa al’aqdi adalah orang-orang yang mendapat kepercayaan sebagai wakil rakyat. Tapi pernyataan di atas masih abstrak. Belum disebut secara konkrit kelompok-kelompok sosial yang mana saja yang dapat dikategorikan sebagai ahl al halli wal aqdi.Apa kualifikasinya, bagaimana hubungannya dengan rakyat dan mekanisme apa yang digunakan untuk memperoleh kedudukan terhormat itu.

Menurut Al-Nawawi dalam Al-Minhaj ,ahl al halli wal aqdi adalah para ulama, para kepala, para pemuka masyarakat sebagai unsur-unsur masyarakat yang berusaha mewujudkan kemaslahatan rakyat. Muhammad Abduh menyamakan ahl al-halli wal aqdi dengan ulil amri yang disebut dalam al-Quran surah al-Nisa’ ayat 59 yang menyatakan : “Hai orang-orang beriman taatilah Allah, dan taatilah Allah, dan taatilah Rasulnya, dan ulil amri di antara kamu.Dengan demikian ahl al halli wa al-‘aqdi terdiri dari pelbagai kelompok social yang memiliki profesi dan keahlian yang berbeda, baik dari borokrat pemerintahan maupun tidak yang lazim disebut pemimpin formal dan informal.

Al-Mawardi dan Rasyid Redha merumuskan beberapa syarat yaitu :


Berlaku adil dalam segala sikap dan tindakan berilmu pengetahuan memiliki wawasan dan kearifan yang menyebabkan dia mampu memilih imam yang paling maslahat dan paling mampu serta paling tahu tentang kebijakan-kebijakan yang membawa kemaslahatan bagi umat
Abu A’la al-Maududi ,di samping menyebutnya dengan ahl al hall wal aqdi,ahl syura, juga menyebutnya dengan “dewan penasihat” ( consultative assembly ).Dari uraian para ulama tentang ahl al hall wa al-aqd ini tampak hal-hal sebagai berikut:

Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang mempunyai wewenang untuk memilih dan membaiat imam Mempunyai kuasa mengarahkan kehidupan masyarakat kepada yang maslahat. Mempunyai kuasa membuat undang-undang yang mengikat kepada seluruh umat di dalam hal-hal yang tidak diatur secara tegas oleh Al-Quran dan Hadis.

Abdul Kadir Audah menyebut 5 macam kelembagaan, yaitu:

1. Al-Sultah al-Tanfidhiyah (eksekutif)
2. Al-Sultah al-Tasyri’iyah (legislatif)
3. Al-Sultah al-Qadha’yah (yudikatif)
4. Al-Sultah Maaliyah ( bank sentral)
5. Al-Sultah al-Mu’raqabah (lembaga pengawasan)

Lembaga yang pertama dipimpin oleh imam, lembaga kedua dipegang oleh ulil amri, lembaga ketiga dipegang oleh para hakim, lembaga keempat dipegang oleh imam, dan lembaga kelima yaitu pengawasan dipegang oleh ahlu syura,ulama dan fuqaha.Demikian itulah semua perkara diletakkan di hadapan ahlul halli wa ‘aqdi yakni orang-orang yang merupakan tokoh-tokoh terpenting dalam masyarakat, tanpa perubahan dan pemalsuan.
Dengan demikian mereka mengetahui segala-galanya sesuai dengan hakikatnya yang sebenarnya.Dasar utama untuk memecahkan atau memutuskan perkara-perkara yang dihadapkan kepada mereka ialah argumentasi dan dalil yang benar, bukan perasaan takut dari seseorang , pengaruh seseorang atau demi mempertahankan kepentingan seseorang atau berdasarkan kecenderungan kelas ataupun kelompok tertentu.



Kesimpulannya lembaga ahl al-hall wa ‘aqd, pemegang kekuasaan pembahas dan penyimpul masalah.” Pendapat ini jelas menghimpun unsure-unsur ketua , pemimpin dan tokoh-tokoh yang memiliki keahlian khusus yang relevan dengan kehidupan umat. Mereka ini apabila telah bersepakat dalam menetapkan sebuah urusan atau hukum, wajib ditaati,asal saja kelompok tersebut merupakan bagian dari masyarakat muslim, tidak menyalahi ajaran al-Quran dan Sunnah yang mutawatir dalam menetapkan keputusan, bebas dalam membahas dan mengambil keputusan, dan keputusan tersebut berkenaan dengan kemaslahatan umum yang memang menjadi kewenangannya
Rujukan:

-Hasanuddin Yusuf Adan, Elemen-Elemen Politik Islam, cet. Pertama,2006,

-Dr.J.Suyuthi Pulungan, M.A.Fiqh Siyasah Ajaran,Sejarah, dan Pemikiran,hlm.66.

-Prof.H.A.DJjazuli, Fiqh Siyasah Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-rambu Syariah,Edisi Revisi,hlmn.74.

-Abul A’la Al-Maududi ,Khilafah dan Kerajaan , cet 1, hlmn 121.

-Prof.Dr.Abdul Muin Salim,Fiqh Siyasah Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Quran,( Jakarta:PT RajaGrafindo Persada) 2002,hlmn 224.


-Hasanuddin, Ensiklopedia Tematis Dunia Islam, Ajaran,vol .13,Jakarta PT letiar Baru ,2004


No comments: